Pages

Sunday, April 7, 2019

Kala Mata Air Jadi Primadona Masyarakat Mojokerto

Penyebab sumber mata air berkurang debit termasuk dipengaruhi kerusakan hutan dan bencana. Seperti halnya bencana banjir dan tanah longsor pernah melanda pemandian air panas Pacet, Mojokerto, Jawa Timur pada 11 Desember 2002 silam. Kawasan pemandian air panas yang populer itu berubah mencekam kala suara gemuruh air bah terdengar dari atas bukit. Suara pun diiringi tanah longsor, air banjir, dan batu-batu besar yang terus bergelincir.

Upi menceritakan peristiwa longsor yang disertai lumpur bercampur batu besar menerjang pemandian air panas Pacet.  Saat itu lokasi wisata sedang dikunjungi banyak wisatawan. Anak-anak pun asyik berendam dan bermain air. Ketika terjangan longsor, anak-anak tak berdaya menyelamatkan diri.

Yang terdengar hanya jerit minta tolong. Bahkan anak-anak ada yang tergulung derasnya air hingga terseret arus Sungai Mojosari sejauh tujuh kilometer. Sebagian wisatawan lainnya tertimbun tanah di lokasi. Tragedi ini diduga akibat penggundulan hutan pinus di lereng Gunung Welirang, yang tepat berada di atas lokasi pemandian air panas Pacet.

Banyak alih fungsi lahan, di pacet, claket, padusan itu terkenal vila. Banyak dibangun vila, yahng tadinay sawah dibangung vila. Alih fungsilahan ini menambah lkerusakan. Kalau leewa pacer sleain menjamur, tata letak, tata ruang juga salah. Mereka banyak membangun bangunan di wilayah mainstream di sungai, di tengah sungai bahkan bukan di bantaran.

“Ya, tahun 2002 pernah ada kejadian banjir bandang dan tanah longsor yang menewaskan 30 orang di pemandian air panas Pacet. Penyebabnya ada indikator terjadi penggundulan hutan di wilayah catchment area (daerah tangkapan air),”  tambah Upi.

Atas tragedi tersebut, Upi dan tim menggali bencana melalui kajian partisipatif dengan masyarakat. Setelah ditelusuri di pemandian air panas Pacet sendiri tidak turun hujan. Pada waktu itu, hujan memang turun deras di lokasi bagian atas wisata tersebut. Penggundulan hutan yang membuat air hujan tidak meresap ke tanah berujung banjir dan tanah longsor.

Selain itu, pencurian rebung di area Taman Hutan Raya (tahura) kerap terjadi. Informasi yang diperoleh APIK, pencurian rebung bisa mencapai 12 ton per hari. Rebung yang dicuri disimpan berbulan-bulan.

“Rebung ditimbun untuk musim-musim yang tidak ada rebung. Biar awet dipakai formalin. Rebung pun dijual sampai ke Semarang. Pencurian rebung ini paling merusak hutan karena rebung itu kan bayi-bayi bambu yang mulai tumbuh. Daya serap air ke tanah bisa berkurang,” tutup Upi.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2UoufWz
April 07, 2019 at 02:00PM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2UoufWz
via IFTTT

No comments:

Post a Comment