Liputan6.com, Jakarta - Kepala Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji mengatakan, memang sulit untuk memetakan pajak bagi selebgram atau selebritas instagram.
Dia menjelaskan, masalah pajak bagi selebgram tersebut bahkan turut menjadi tantangan bagi negara-negara besar di dunia. Negara itu terutama yang termasuk dalam anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.
"Selebgram atau influencer sebenarnya merupakan pihak yang memperoleh tambahan kemampuan ekonomis dari adanya interaksi antar user participants dalam suatu platform digital. Di banyak negara pemajakan atas mereka memang jadi tantangan otoritas pajak," ucapnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (10/1/2019).
Oleh sebab itu, dia mengungkapkan, pada akhirnya, perpajakan yang mesti dikenakan bagi selebgram ialah tetap merujuk pada sistem pajak yang berlaku secara umum.
"Oleh OECD digital economy bahkan dijuluki the new shadow economy karena sulit untuk dipetakan dan diidentifikasi aliran sumber penghasilannya. Pemajakan atas selebgram tetap harus merujuk kepada sistem pajak yang berlaku secara umum," ujar dia.
Kendati demikian, dia tidak menampik mungkin memang dibutuhkan sistem administrasi khusus yang mengatur pendapatan tambahan yang diperoleh oleh selebgram itu.
"Dibutuhkan suatu terobosan administrasi untuk menjamin kepatuhan. Misalkan adanya penggalian informasi baik dari pihak yang meng-endorse mereka maupun dari memantau aktivitas sosial media. Informasi itu kemudian bisa disandingkan dengan informasi yang tertera dalam SPT," imbuhnya.
http://bit.ly/2SOGVRM
January 10, 2019 at 08:16PM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2SOGVRM
via IFTTT
No comments:
Post a Comment